Waspada !!! Lumpy Skin Disease (LSD)
Ditulis oleh : Administrator - Diterbitkan : Selasa, 20 Desember 2022 - Dibaca : 539
Lumpy Skin Disease (LSD) adalah penyakit kulit infeksius yang disebabkan oleh Lumpy Skin Disease Virus (LSDV). Penyakit ini merupakan penyakit eksotik (penyakit yang tidak ada di Indonesia) sampai kemudian awal tahun 2022 dilaporkan kejadian penyakit di Pulau Sumatera, tepatnya di Provinsi Riau dan ditetapkan sebagai daerah wabah LSD sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 242/Kpts/PK.320/M/03/2022 tanggal 2 Maret 2022 tentang Penetapan Wabah Penyakit Kulit Berbenjol Lumpy Skin Disease (LSD) di Provinsi Riau.
Virus ini umumnya menyerang hewan sapi dan kerbau. Belum ada laporan terkait kejadian LSD pada ruminansia lain seperti kambing dan domba. Meskipun tidak bersifat zoonosis atau tidak menular kepada manusia, namun LSD menimbulkan kerugian yang besar. Kerugian yang ditimbulkan berupa kehilangan berat badan, karena hewan tidak bernafsu makan, kehilangan produksi susu, mandul pada sapi jantan dan betina, keguguran dan kerusakan pada kulit.
Gejala klinis LSD dipengaruhi oleh umur, ras dan status imun ternak. Tanda klinis utama LSD adalah
- Lesi kulit berupa nodul berukuran 1-7 cm yang biasanya ditemukan pada daerah leher, kepala, kaki, ekor dan ambing. Pada kasus berat nodul-nodul ini dapat ditemukan di hampir seluruh bagian tubuh.
- Munculnya nodul ini biasanya diawali dengan demam hingga lebih dari 40.5oC.
Tanda klinis lainnya yaitu
- lemah,
- leleran hidung dan mata,
- pembengkakan limfonodus
Selain itu, LSD juga dapat meyebabkan abortus, penurunan produksi susu pada sapi perah, infertilitas dan demam berkepanjangan.
Diagnosis LSD di lapangan diawali dengan pengamatan gejala klinis dan didukung dengan data historis lokasi kejadian. Diagnosis definitis LSD hanya dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium. Uji laboratorium yang umum digunakan untuk konfirmasi kasus LSD adalah Polymerase Chain Reaction (PCR). Sampel terbaik yang digunakan untuk uji adalah sampel dari lesi kulit. Selain itu, sampel lain yang dapat digunakan yaitu darah (whole blood), swab hidung dan air liur.
Penularan penyakit dari satu hewan ke hewan lain terjadi melalui beberapa jalur, yaitu
- Ditularkan oleh serangga penghisap darah, seperti nyamuk, caplak dan lalat
- Kontak langsung antara hewan sakit dan hewan yang sehat
- Penularan dari induk yang sakit kepada anak di dalam kandungan dan melalui air susu
- Melalui jarum suntik yang tidak steril dan digunakan berulang.
- Pakan dan air minum yang tercemar ludah hewan yang terinfeksi.
Perpindahan / lalu lintas hewan ke daerah lain sangat mempengaruhi penyebaran penyakit ke wilayah yang lebih luas. Lebih dari 45% kelompok ternak dapat terinfeksi dengan tingkat kematian mencapai 10%
LSD pertama kali dilaporkan di Zambia, Afrika pada tahun 1929 dan terus menyebar di benua Afrika, Eropa dan Asia. Pada tahun 2019, LSD dilaporkan di China dan India lalu setahun setelahnya dilaporkan di Nepal, Myanmar dan Vietnam. Pada tahun 2021, LSD telah dilaporkan di Thailand, Kamboja dan Malaysia. Pada tahun 2022, LSD diidentifikasi di provinsi Riau, Jambi, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat
Kewaspadaan yang dapat dilakukan adalah :
- Mengenali penyakit LSD dan gejalanya
- Segera melapor ke petugas kesehatan hewan jika menemukan ternak dengan gejala seperti LSD.
- Mengisolasi ternak sakit, tidak dipindahkan/diperdagangkan/ diperjualbelikan
- Menerapkan biosekuriti di peternakan, desinfeksi fasilitas, peralatan dan bahan lainnya
- Menjaga kondisi tubuh ternak agar tetap sehat dengan mencukupi kebutuhan pakan dan menyediakan kandang yang nyaman bagi ternak.
- Menjaga kebersihan kandang dan lingkungannya, membersihkan sampah dan kotoran ternak setiap hari agar tidak menjadi sarang serangga penghisap darah, seperti nyamuk, caplak dan lalat karena serangga merupakan salah satu vektor yang menularkan penyakit LSD.
- Melakukan penyemprotan (spraying) kandang dengan anti serangga
“Tetap waspada, mencegah lebih baik dari pada mengobati”
Penulis : Drh. Tine Nurasih Kadaryati (Fungsional Medik Veteriner Madya)